Sekilas Info

Pagelaran ‘Padat’ Wayang Ki Dalang Trinanto, Angkat Cerita Bima Suci

Bupati Sintang Jarot Winanrno Serahkan Wayang Bima Kepada Ki Dalang Trinanto. Sebelum Pagelaran Dimulai.

SINTANG | SenentangNews.com - Pada garis besarnya cerita dunia pewayangan bersumber kepada dua pokok rumpun, yaitu Babad Ramayana dan Babad Mahabharata (Dinasti Bharata).

Pada Pagelaran Padat Wayang Kulit di Rumah Gamelan Puspawaja Pusat Paguyuban Warga Jawa), Sabtu (19/8/2023) malam, masih dalam suasana HUT Kemerdekaan RI Ke 78, Ki Dalang Trinanto mengangkat sebuah kisah dari rumpun Mahabharata; Bima Suci.

Wiracarita Bima Suci menggambarkan tentang kesetiaan seorang murid kepada gurunya dengan tanpa reserve, yaitu dari seorang kesatria Pandawa bernama Bima (Werkudara, Brontoseno) kepada Begawan Dorna. Tokoh Bima digambarkan sebagai seorang kesatria yang jujur, berani, setia dan bahkan sangat lugu. Keluguannya inilah yang membuat Sang Bima mudah diperdaya.

Kisah ini sarat dengan ajaran moral. Di masa lalu, kisah ini sering dibawakan oleh Sunan Kalijaga dalam berdakwah saat menyebarkan agama Islam.

Alkisah, Bima diperintahkan oleh Begawan Dorna untuk mencari Toya Amerta (Air Kehidupan) sebagai syarat untuk mencapai kesejatian hidup. Menurut Dorna, benda itu berada di bawah sebuah pohon Gung Susuhing Angin (Pohon besar tempat bersarangnya angin) di belantara pegunungan Reksa Muda, tempat yang sangat berbahaya. Perintah ini sebetulnya sebuah siasat jahat untuk menjebak agar Bima binasa.

Jika Bima binasa kekuatan Pandawa menjadi lemah, dan pihak Korawa berpeluang mewarisi kerajaan Astinapura seutuhnya. Namun dalam perjalanannya, Bima justeru berhasil mendapatkan benda yang harus dicarinya.

Setelah tidak menemukan Toya Amerta di Gung Susuhuning Angin, atas petunjuk dua raksasa jelmaan Dewa penunggu Susuhuning Angin, Bima kemudian harus mencarinya di samudra raya, di sinilah Bima bertemu dengan Dewa Ruci yang memberikan Toya Amerta.

Dalam berbagai wiracarita yang diambil dari rumpun Mahabharata, lebih banyak mengangkat perseteruan antara Pandawa dan Korawa.

Sang Begawan Dorna yang menjadi maha guru Pandawa dan Korawa digambarkan lebih berpihak kepada Korawa ketimbang kepada Pandawa. Padahal Pandawa dan Korawa masih bersaudara sepupu dalam dinasti Bharata.

Demikian poluler nama Dewa Ruci sehingga dijadikan nama Kapal Latih TNI AL. Dan setelah KRI Dewa Ruci diistirahatkan karena uzur, TNI AL membuat Kapal Latih penggantinya yang diberi nama KRI Bima Suci.

Dimulainya pagelaran ini ditandai dengan penyerahan wayang Bima oleh Bupati Sintang Jarot Winarno kepada Ki Dalang Trinanto diiringi alunan gemalan para Nayaga. Hadir juga Anggota DPRD Sintang Senen Maryono dan Camat Sintang Tatang Supriyatna. Sebagai tuan rumah Ketua Puspawaja Sutarno mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Nampak ratusan orang hadir dalam acara ini karena acara ini didahului dengan acara rutin bulanan Khairu Ummah Ulama, Umara dan Zu'ama Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Istilah Pagelaran Padat, menurut Ki Dalang Trinanto meski tetap menampilkan Waranggana (Pesinden), alur ceritanya hanya menampilkan adegan yang penting-penting saja. Pada pegelaran sesungguhnya bisa sepanjang tujuh jam, yakni dari pukul 21.00 malam hingga pukul 04.00 pagi. Pada Pagelaran Padat tidak lebih dari tiga jam.

“Dalam pagelaran kali ini ada empat Waranggana yang ditampilkan, yaitu Ibu Yayuk, Ibu Wantinah dan Ibu Slamet. Mereka baru belajar beberapa hari,” terang Guru Seni di SMPN 2 Sintang ini.

Penulis: Kris Lucas
Photographer: Kris Lucas
error: Content is protected !!