Nasib Petani Sawit Swadaya
Miris, Mau Audit RSPO & ISPO? Siapkan Rp. 100 s.d Rp. 200 Juta!

SEKADAU | SenentangNwes.com – Memiliki sertifikat Roundtable on Sustaibable Palm Oil (RSPO) dan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil ( ISPO) memang keren. Sertifikat tersebut sangat diidamkan para Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) petani sawit swadaya. Meski dengan memiliki sertifikat tersebut belum jaminan harga tandan buah segar (TBS) nya dibeli lebih tinggi dibanding TBS non RSPO/ISPO oleh pabrik kelapa sawit (PKS).
Dibalik rasa ingin maju dan berkembang para petani swadaya ternyata ada sesuatu yang membuat miris. Karena untuk diaudit oleh Tim Auditor RSPO dan ISPO, para Gapoktan harus siapkan dana antara Rp. 100 juta hingga Rp. 200 juta! Dan itu hanya untuk Auditor.
Batu sandungan menggiriskan tersebut, diungkapkan oleh Program Koordinator Solidaridad Kalimantan Barat Bambang Marius dihadapan perwakilan dari 81 Kelompok Tani, dalam Kongres-I Aliansi Petani Kelapa Sawit Keling Kumang (APKSKK) pada 14 Maret 2023 di Tapang Sambas, Sekadau.
“Dalam Forum Bappeda Provinsi yang membahas pembangunan perkebunan 2023-2026, dimana saya sebagai nara sumber diminta masukannya, mengusulkan karena ISPO diwajibkan oleh pemerintah maka pemerintah lah yang harus menyiapkan auditornya sekaligus membiayainya. Kemudian menyampaikan juga bahwa kewajiban SPPL dan STDB di setiap kabupaten beda-beda persyaratannya,” ucap Bambang
Dalam forum tersebut Bambang juga menyampaikan tidak sinkronnya antar instansi pemerintah. Ketika seluruh petani swadaya wajib untuk ISPO di tahun 2025, dimana salah satu syaratnya adalah bukti Sertifikat Hak Milik (SHM) ternyata justeru di perangkat pemerintahnya yang tidak sinkron.
Contohnya, antara Dinas Perkebunan dengan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), padahal legalitasnya wajib harus Sertifikat Hak Milik (SHM). Seharusnya semua yang menjadi kebutuhan petani di akomodir.
Pemerintah telah berinovasi dengan Inpres No 2 Tahun 2018 tentang Percepatan Pedaftaran Tanah Sistimatis Lengkap di Seluruh Wilayah Indonesia, yakni adanya program Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL). Seharusnya program ini dapat membantu para petani swadaya calon sertifikasi ISPO. Karena pemerintah yang mewajibkan maka harus turut membantu. Namun ATR/BPN tidak punya program khusus untuk ini.
Di satu sisi pemerintah mewajibkan petani swadaya untuk ISPO, di lain pihak ATR/BPN tidak punya program khusus untuk mendukung proses SHM untuk para petani swadaya.
“Sebetulnya Jika kelompok petaninya aktif seperti di APKSKK dan pihak pemerintah melalui ATR/BPN ada programnya, semua petani swadaya akan mudah memenuhi kewajiban ISPO di tahun 2025 nanti,” ucap Bambang.
Kondisi ini mendapat tanggapan dari Ketua Pengurus APKSKK Mikael, Sabtu (18/3/2023). Menurutnya tanpa dukungan dari Solidaridad atas biaya audit, terus terang APKSKK tidak akan mampu melakukan audit dengan biaya Rp. 100 juta hingga Rp. 200 juta.
Dirinya sebagai Ketua Pengurus koperasi produsen Keling Kumang Agro dan sekaligus sebagai Ketua Pengurus APKSKK sependapat dengan Bambang Marius. Kedepan harus ada peran pemerintah dalam sertifikasi petani dan dalam audit RSPO/ISPO. Diperlukan organisasi dan mitra kerja untuk melakukan lobi dan negosiasi dengan kementerian dan instansi terkait.
“Untuk mencapai keberpihakan kepada petani sawit swadaya yang diwajibkan untuk ISPO, sepertinya masih harus melalui jalan panjang. Masih diperlukan kajian dan evaluasi terhadap regulasi yang dibuat pihak pemerintah,” terang Mikael.
Komentar