Sekilas Info

Dua Tokoh Ketungau Tengah Datangi Mapolres Sintang

Lagi-Lagi Soal Jembatan Ketungau II, Warga Desak Adanya Ketegasan

Dua Orang Tokoh Masyarakat Ketungau Tengah, Ensudin dan Wetri Serta Seorang Rekannya Dimo Mohtar.

SINTANG | SenentangNews.com – Seakan tidak ada habisnya warga Ketungau Tengah berbicara tentang mangkraknya pembangunan Jembatan Ketungau II di Nanga Merakai. Pasalnya, proyek yang mulai dikerjakan pada tahun 2017 hingga saat ini masih juga belum dirampungkan.

Untuk mencari informasi, dua tokoh masyarakat Ketungau Tengah Ensudin dan Wetri hingga harus mendatangi Polres Sintang pada tanggal. 21 Ferbruari kemarin. Keduanya inilah yang menggerakan unjuk rasa di Nanga Merakai pada 8 Desember 2022 lalu terkait mangkraknya proyek tersebut.

Menurut keterangan keduanya, Rabu (22/2/2023) di Sintang, di Mapolres Sintang mereka ingin mendapat ketegasan dari pihak kepolisian, apakah sudah ada oknum-oknum yang diduga melakukan penyimpangan dalam proyek ini yang kemudian telah proses di Polres Sintang. Jangan sampai akhirnya warga Merakai pun mulai tidak percaya lagi kepada penegakan hukum.

“Dari seorang anggota Reskrim yang kami temui di Polres Sintang, kami hanya mendapat informasi bahwa persoalan jembatan Ketungau II ditangani oleh Polda Kalimantan Barat. Memang, ada informasi bahwa beberapa waktu lalu ada beberapa petugas yang katanya dari Polda Kalimantan Barat datang ke Nanga Merakai untuk memeriksa proyek tersebut,” kata Wetri.

Masih kata Wetri, isu yang berkembang di Nanga Merakai berbeda-beda. Ada yang bilang sudah ada oknum yang ditangkap dan diproses hukum. Namun ada juga yang berpendapat mana berani Polisi atau pihak Kejaksaan menangkap dan memproses oknum pelaksana dan pengawas proyek tersebut.

“Selama ini pemerintah terkesan menyembunyikan kondisi yang sebenarnya. Kabupaten Sintang yang pernah mendapatkan penghargaan di bidang keterbukaan informasi publik kenyataannya sulit untuk terbuka,” ucap pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di tahun 90-an ini

Keluhan lainnya diucapkan oleh Ensudin, bahwa dampak dari mangkraknya proyek tersebut sangat membebani biaya perjalanan warga di bagian kanan-mudik Ketungau. Untuk biaya tambang penyeberangan per orang Rp. 15 ribu, jika sambil menyeberangkan sepeda motor harus bayar Rp. 40 ribu. Itu pun tidak langsung berangkat dan harus menunggu hingga cukup penumpang.

“Pernah disuatu saat karena orang yang menyeberang sudah sepi dan waktunya menjelang malam, yang menyeberangkan sepeda motor harus membayar Rp. 150 ribu. Jika ada serombongan orang yang membawa orang sakit parah, tetap harus menunggu tambang penyeberangan penuh baru berangkat. Mau langsung berangkat, ya biayanya beda,” ungkap Ensudin.

Ensudin berharap harus ada audit terhadap proyek tersebut dan harus ada ketegasan apakah akan dilanjutkan atau tidak. Kemudian apakah bangunan yang sudah terpasang layak atau tidak untuk jembatan rangka baja, jika tidak layak agar dibongkar saja.

“Sebab ini menyangkut keselamatan orang dan lalu-lintas yang akan menggunakan jembatan tersebut,” kata Ensudin.

Sementara seorang rekan yang turut menemani keduanya, Dimu Mohtar, hanya berharap penegakan hukum jangan tebang pilih, tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Penulis: Kris Lucas
Photographer: Kris Lucas
error: Content is protected !!