Sekilas Info

Harga TBS Masih Membingungkan, Ini Pengalaman Pihak Pengumpul

Yulius Yogi (Kiri) Saat Diemui Di Kebun Sawit Miliknya.

SINTANG | SenentangNews.com – Selama ini, peristiwa anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, yang terekspos baru nasib para petani mandiri. Sementara nasib pihak pengumpul atau Ram sebagai salah satu mata rantai perdagangan TBS nyaris luput dari pantauan.

Yulius Yogi (49) sebagai salah satu pengumpul terbesar di kabupaten Sintang, berbagi pengalaman bagaimana dirinya mengarungi situasi ini. Ditemui di kebun sawit miliknya di desa Manter kecamatan Sungai Tebelian, Selasa ( 24/5/2022), warga Simpang Pandan ini masih bersyukur dapat bertahan hingga masa fluktuatif ini belum berakhir.

Dikisahkannya, bahwa saat pertama kali anjlok, selisih antara patokan harga dari Dinas Perkebunan Kalimantan Barat dengan harga di pabrik mencapai Rp. 1.500,- hingga Rp. 2.000,- per Kg. Sebagai penampung, kegiatan jual beli tetap harus dilakukan karena harus berkelanjutan. Tidak ada pilihan lain dan para petani mandiri yang menjadi mitranya pun harus tetap hidup.

“Sedikit tertolong oleh jaringan dan relasi yang telah terbangun selama bertahun-tahun menjadi penampung,” Ucap Yogi.

Saat ada larangan ekspor CPO (Crude Palm Oil, red), banyak pabrik yang menerapkan pembatasan atau sistim kuota. Sebagai penampung pun mengalami kesulitan menjual TBSnya. Kadang tengah antri di pabrik yang satu harus pindah ke pabrik lainnya karena bisa diterima dan ada selisih harga. Hari ini antri di pabrik yang satu, besoknya antri di pabrik lainnya meski jaraknya agak jauh.

Meski Harga TBS Fluktuatif Upah Pekerja Tetap Tidak Berubah.

“Susahnya, selain sebagai pengumpul saya juga sebagai petani mandiri. Harga TBS anjlok, harga pupuk melambung. Sementara upah pekerja dan upah para pemanen tidak berubah,” tutur Yogi.

Saat ditanya apakah sebagian kebunnya menggunakan pupuk bersubsidi. Menurutnya tentang pupuk bersubsidi dirinya hanya pernah mendengar, belum pernah melihat apalagi kebagian membelinya.

Yogi berharap kedepan pemerintah segera mendapat solusi dan jalan keluar yang tepat sehingga situasi akan akan normal kembali.

“Banyak petani mandiri yang menebang karet untuk menanam sawit. Jangan sampai nanti mereka juga menebang sawitnya untuk menanam komoditas lain yang juga belum pasti nasibnya,” pungkas Yogi.

Penulis: Kris Lucas
Photographer: Kris Lucas
error: Content is protected !!